Oleh : Fahrila Novean
Namaku Arga, aku berumur 18 tahun, aku tinggal di Solo bersama kedua orangtua ku dan kedua saudaraku. Aku mempunyai keinginan untuk kuliah di Semarang, karena universitas disana lebih memadai dan aku ingin mempelajari hal baru dan kebetulan rumah kakek ku ada disana. Aku mendaftar di Universitas Dipenegoro. Aku diantar oleh keluargaku ke Semarang untuk memulai semester baru. Aku dan keluargaku akan berangkat besok pagi. Maka dari itu aku menyiapkan beberapa barang yang akan aku bawa besok dan beberapa keperluan untuk kuliah disana.
Aku bangun pukul 03.00 untuk berwudhu dan persiapan sholat subuh. Setelah itu, aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lalu aku sarapan bersama keluarga dan pukul 06.00 kami berangkat menuju ke Semarang. Selama diperjalanan kita bercanda tawa bersama dan saling tukar cerita. Selama kuliah di Semarang aku akan tinggal dirumah kakekku yang kebetulan tinggal disana. Setelah sampai di rumah kakek, kami diminta untuk makan siang. Selesai makan siang aku membereskan barang – barangku dan dibantu oleh kedua orangtua ku.
*Keesokan harinya….*
Pagi harinya aku bersiap – siap dan bergegas untuk pergi ke kampus untuk melaksanakan pelajaran hari pertama di semester baru. Sesampainya dikampus, aku menuju ke dalam dan mencari ruang kelas yang akan ku pakai nanti. Setelah masuk ke ruang kelas, tak berapa lama bel berbunyi dan dosen yang mengajar kami pun datang. Kami belajar tentang sejarah di Indonesia, dan dosen memberi kami tugas kelompok untuk mempelajari tentang peristiwa sejarah yang terjadi di Semarang.
Selanjutnya aku belajar sesuai dengan jadwal kelas hari ini. Setelah pembelajaran hari ini selesai, aku berdiskusi sebentar dengan teman sekelompokku tentang tugas yang diberikan dosen itu tadi. Kami membahas tentang apa saja peristiwa – peristiwa yang terjadi di Semarang. Dan aku mempunyai ide untuk bertanya kepada kakek ku karena dia lahir di semarang dan mungkin saja tahu tentang cerita kota Semarang. Setelah itu kami bergegas untuk pulang ke rumahku untuk membahas tugas ini.
Sesampainya dirumah aku mempersilahkan teman – temanku masuk kedalam. Kebetulan disitu ada kakek lalu aku menjelaskan tujuan kedatangan teman – temanku dan menjelaskan tugas yang kami dapatkan. Aku meminta tolong kakek untuk menceritakan peristiwa yang terjadi di Semarang pada jaman penjajahan. Dan kakek ku paham tentang Pertempuran Lima Hari dikarenakan pada saat itu beliau berumur 15 tahun dan ikut dalam peperangan tersebut.
“Kek, bisa ceritakan bagaimana peristiwa yang terjadi pada Pertempuran Lima Hari itu?” Tanya ku kepada kakek
“Tentu saja, supaya kalian juga tau tentang sejarah yang terjadi di Semarang” Jawab kakek
*Lalu kakek menjelaskan tentang Pertempuran Lima Hari kepada kami*
Pertempuran Lima Hari adalah serangkaian pertempuran antara rakyat
Indonesia melawan tentara Jepang di Semarang pada masa transisi kekuasaan Belanda yang terjadi pada tanggal 15 – 19 Oktober 1945. Dua penyebab utama pertempuran ini adalah karena kaburnya tentara Jepang dan gugurnya Dr. Kariadi. Pertempuran Lima Hari atau juga disebut “Palagan 5 Dina” ini termasuk dalam rangkaian sejarah Kemerdekaan Indonesia seiring kalahnya Jepang dari Sekutu di Perang Dunia II. Peristiwa ini melibatkan sisa – sisa pasukan Jepang di Indonesia dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) atau angkatan perang Indonesia saat itu sebelum menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada tanggal 1 Maret 1942, Jepang berhasil mendarat di tiga tempat di Pulau Jawa, yaitu Teluk Banten yang dipimpin oleh Jenderal Imamura, Eretan Wetan
(Indramayu, Jawa Barat) dipimpin oleh Kolonel Tonishori dan Kragan (Rembang, Jawa Tengah). Di tanggal yang sama, kemenangan tentara Jepang dalam Perang Pasifik menunjukkan kemampuan Jepang dalam mengontrol wilayah yang sangat luas, dari Burma (Myanmar) sampai Pulau Wake di Samudra Pasifik. Setelah daerah – daerah di luar Jawa dikuasai, Jepang memusatkan perhatian untuk menguasai Jawa sebagai pusat Pemerintahan Hindia – Belanda.
Dan tujuh hari kemudian tepatnya pada tanggal 8 Maret 1942, Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan Belanda di pihak Sekutu, menandatangani penyerahan tanpa syarat ke Jepang yang diwakili oleh Jenderal Imamura di Kalijati, Subang. Dan ini membuat Indonesia berada di bawah pimpinan tentara Jepang.
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada 6 dan 9 Agustus 1945. Mengisi kekosongan itu, Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
“Jepang menjajah Indonesia sekitar 3,5 tahun lamanya, dan Jepang adalah penjajah paling kejam yang menjajah Indonesia” Ujar kakek
“Wah, tidak terbayang ya kek bagaimana kehidupan masyarakat Indonesia di jaman penjajahan” Jawab ku
“Tentu saja, mereka bersusah payah berjuang demi Indonesia dan perjuangan mereka tidak sampai disini saja. Pertempuran ini masih berlanjut bahkan setelah proklamasi kemerdekaan”
Pertempuran di Semarang dipicu oleh peristiwa yang terjadi pada tanggal 14 Oktober 1945. Hal pertama yang menyulut kemarahan para pemuda Indonesia adalah ketika pemuda Indonesia memindahkan tawanan Jepang dari Cepiring ke Bulu. Pada waktu itu, sekitar 400 orang veteran angkatan Laut jepang memberontak dan melarikan diri saat dipindahkan ke Semarang. Semulanya veteran tentara Jepang itu akan dipekerjakan untuk mengubah Pabrik Gula Cepiring menjadi pabrik senjata. Para veteran tentara Jepang tersebut menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka. Mereka lalu bergabung dengan Kido Butai di Jatingaleh. Pada saat itu pasukan Kido Butai berjumlah 2000 orang. Selain itu, pasukan ini juga dikenal karena keberaniannya. Kido Butai adalah sebutan Batalyon Jepang di bawah piminan Mayor Kido. Mereka bergerak melakukan perlawanan dengan alasan mencari dan menyelamatkan orang – orang Jepang yang tertawan.
Setelah kaburnya tawanan Jepang itu, kemudian pemuda – pemuda rumah sakit mendapat intruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kompetai dan merampas senjata mereka. Sore harinya, para pemuda ikut aktif dalam mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu.
“Lalu apa yang selanjutnya dilakukan oleh pasukan Jepang kek?’ Tanya ku
“Saat malam tiba pasukan Jepang melakukan serangan sekaligus melucuti senjata delapan anggota polisi istimewa yang sedang menjaga sumber air minum bagi warga Semarang bernama Reservoir Siranda di Candilama. Setelah para anggota polisi istimewa ditawan oleh Jepang, muncul berita bahwa Jepang telah meracuni Reservoir Siranda. Rakyat pun menjadi takut dan gelisah karena cadangan air di Candi, Desa
Wungkal waktu itu menjadi satu – satunya sumber mata air di Kota Semarang. Akhirnya guna mengusut lebih lanjut, pimpinan RS Purusara melaporkan kepada Dr. Kariadi yang sebagai kepala Laboratorium Malaria RS Purusara. Dr. Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus pergi ke sana. Istri Dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi karena mengingat keadaan yang sangat genting pada saat itu. Namun, Dr. Kariadi berpendapat lain dan ia harus segera menyelidiki kebenaran desas – desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Ternyata ditengah perjalanan tiba – tiba mobil yang ia tumpangi dicegat oleh pasukan Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobilnya, Dr. Kariadi kemudian ditembak secara keji oleh mereka. Ia sempat dibawa ke rumah sakit tetapi ketika tiba di kamar bedah, keadaannya sudah sangat parah. Nyawa dokter itu tidak dapat diselamatkan dan Ia gugur dalam usia 40 tahun. Larinya para tawanan Jepang dan meninggalnya Dr. Kariadi menyulut kemarahan warga Semarang.”
“Terus apa yang dilakukan warga Semarang tentang kematian Dr. Kariadi?” Tanya ku
“Pada tanggal 15 Oktober 1945, Angkatan Muda Semarang yang didukung Tentara Keamanan Rakyat menyambut kedatangan 2000 tentara Jepang ke Semarang. Perang terjadi di empat titik di Semarang, yaitu di daerah Kintelan, Pandanaran, Jombang dan Simpang Lima. Mayor Kido memerintahkan anak buahnya untuk melancarkan serangan terhadap pasukan Indonesia. Tetapi rakyat Indonesia sendiri juga ikut menyerang dengan membakar gudang amunisi mereka. Alhasil, Mayor Kido memerintahkan serangan balik ke Indonesia dengan membagi 2 kelompok. Mayor Kido mengerahkan semua anggotanya untuk melakukan serangan di sekitar wilayah di bawah komandonya. Tapi Tentara Keamanan Rakyat mengetahui hal itu dan mengirim bala bantun ke kota Semarang. Pertempuran itu tetap berlanjut hingga hari - hari berganti.”
Puncak pertempuran Lima Hari terjadi pada tanggal 19 Oktober 1945 yang sempat terjadi gencatan senjata antara kedua belah pihak. Pertempuran Lima Hari Semarang ini akhirnya berhasil diakhiri setelah Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono yang mewakili Indonesia berunding dengan Komandan Tentara Jepang yaitu Letkol Nomura. Keduanya berunding untuk mengupayakan gencatan senjata. Selain itu, ada juga pihak sekutu yang ikut berunding yaitu Jenderal Bethel.
“Apa hasil yang didapat setelah perundingan itu?” Tanya ku
“Pihak Sekutu kemudian melucuti seluruh persenjataan Jepang pada tanggal 20
Oktober 1945. Dengan dilucutinya senjata Jepang, maka peristiwa Pertempuran Lima Hari Semarang resmi berakhir. Peristiwa Pertempuran Lima Hari Semarang dikenang dengan pembangunan Tugu Muda di Simpang Lima, Kota Semarang. Tugu Muda dibangun tanggal 10 November 1950 dan diresmikan oleh Soekarno tanggal 20 Mei
1953.” Jawab kakek
“Terdapat banyak makna dari Tugu Muda, contohnya seperti kobaran api yang menggambarkan semangat dari para pejuang yang tak pernah padam dalam mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Bambu runcing pada monumen sejarah Kota Semarang terdapat duplikasi 5 bilah bambu yang berdiri sejajar. Bambu runcing ini menjadi simbol para pejuang dalam Pertempuran Lima Hari yang hanya melakukan perlawanan dengan bambu runcing sebagai senjatanya. Di bagian bawah bambu runcing terdapat 5 pahatan lambang sila – sila di dalam Pancasila, yakni bintang, rantai, kepala banteng, padi dan kapas. Di bagian bawah pahatan Pancasila juga terdapat 5 penyangga yang mempunyai berbagai macam hiasan pahatan patung, berupa Patung Hongerodeem (Busung Lapar) yang menggambarkan kehidupan rakyat Indonesia di masa pendudukan Belanda dan Jepang. Serta Patung Pertempuran yang memiliki arti semangat pertempuran dan keberanian Angkatan Muda Semarang. Patung penyerangan menggambarkan perlawanan rakyat Indonesia terhadap pihak – pihak penindas yang mencoba menggagalkan usaha mereka untuk bebas dari penjajahan. Terdapat juga Patung Korban untuk memperingati rakyat Semarang yang menjadi korban dalam Pertempuran Lima Hari. Dan Terakhir terdapat Patung Kemenangan yang menggambarkan hasil jerih payah dan pengorbanan yang terjadi di Kota Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar