Berkibarlah Benderaku - PenaSella.com

Welcome To PenaSella.com

Selamat datang di PenaSella.com, Mari Membangun Literasi dan Memperkuat Nasionalisme bersama PenasSella.com

Senin, 09 Desember 2024

Berkibarlah Benderaku

 Oleh : Marsella Wahyu

Seorang remaja laki-laki bertubuh kurus tinggi dengan kulit sawo matang sedang berbahagia. Kemerdekaan Indonesia sudah berhasil digenggam dengan perjuangan yang tidak mudah. Pengorbanan banyak teman-teman seperjuangannya akhirnya membuahkan hasil. Tak sia-sia ternyata perjuangan mereka dalam melawan penjajahan. Supri namanya, tinggal di rumah kecil di tengah ramainya Kota Surabaya. Hidup dengan temanteman seperjuangan dan selalu bertukar cerita. 

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Selang beberapa bulan setelah kemerdekaan Indonesia, berita datangnya pasukan sekutu membuat pemuda perjuangan merasa was-was.  

“Hah!! Opo seh maksude ki!. Moro-moro teko meneh pas negoroku wes merdeka?!!” Para pemuda merasa marah merasa perjuangannya selama ini akan sia-sia. Walaupun mereka bilang datang hanya untuk mengurusi sisa prajuritnya. Namun hal itu tak membuat para pemuda merasa tenang. 

“Uwes tenang o sek pri. Jarene mung arep ngurus koncone sing keri. Sabar sek….,” Ucap teman serumah Supri. 

Lalu, kabar tempat markas mereka yang berada di Hotel Yamato sudah terdengar ke telinga Supri dan teman pemuda perjuangan lainnya. Tak selang berapa lama, berita dinaikkannya bendera triwarna Belanda diatas hotel mulai tersebar ke kalangan kaum perjuang. Memantik murka arek-arek Surabaya dan kaum pejuang termasuk Supri.  

“OPO MAKSUDE WONG-WONG KAE. MORO-MORO TEKO MASANG GENDERONE DEWE NING NEGORONE WONG LIYO!!!” Murka Supri. 

“HOO! GAK TERIMO AKU. NGECE AWAKE DEWE WONG-WONG KAE!!” Sahut teman 

Supri. 

“Wess, ayo rame-rame ning Hotel Yamato. Kudu dikei pelajaran wong-wong kae! Gak sopan,” Dengan suasana hati dendam merasa tak dihargai dengan menaikkan bendera negara lain di kawasan daerah Indonesia. Mereka langsung beramai-ramai mendatangi hotel Yamato sambil terus memaki di sepanjang perjalanan. Ingin segera mengetahui dan membunuh siapa orang yang telah menaikkan bendera itu. 

Residen Surabaya Soedirman dengan sigap langsung berusaha mencegah konflik yang sepertinya akan meledak.  

“Sudah! Sudah! Mohon tenang dulu. Saya akan mencoba berunding dengan mereka,” Lerai Residen Soedirman. 

“Wong seperti mereka pasti tidak bakal mau pak kalau tidak kita sendiri yang langsung menentang!!” Jawab seorang pemuda. 

“Wes.. wes.. Tenang dulu. Kalau belum dicoba siapa yang akan tahu. Doake wae.” 

Dan Residen Soedirman mulai mendatangi pimpinan Belanda untuk mengajak berunding. 

Supri dan seorang teman lainnya yaitu Sudhar ikut menemani dan mengawal Residen Soedirman membujuk pimpinan Belanda untuk menurunkan bendera triwarna itu. Dalam pikiran Residen Soedirman, sudah tertulis kemungkinan besar jawaban yang akan diterimanya. Namun, ia tetap akan mencoba demi kedamaian bersama. 

Sesuai perkiraan Residen Soedirman, jawaban pimpinan Belanda membuat amarah Supri dan Sudhar terpancing. Dan mungkin tidak hanya mereka, tapi semua pemuda pejuang kemerdekaan. Pihak Belanda menolak mentah-mentah dan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan akan mencoba merebut kembali tanah Indonesia. 

Setelah mengatakan hal itu, kemudian pimpinan Belanda meninggalkan Residen 

Soedirman. Dengan rasa bingung dan bimbang, Residen Soedirman ingin kembali keluar Hotel dan menyampaikan kabar buruk itu. Akan tetapi, setelah sesaat pimpinan Belanda kembali menemui Residen Soedirman namun dengan ancaman dan pistol ditangannya. 

Mengerti situasi akan memburuk, Sudhar dengan sigap menahan dan mencoba merebut pistol pimpinan Belanda itu. Karena ia tahu bahwa pimpinan Belanda itu akan menembak mereka. Disisi lain, saat Sudhar mengalihkan perhatian pimpinan Belanda, Supri langsung mengamankan Residen Soedirman dengan membawanya keluar Hotel Yamato. 

Pasukan Belanda lain yang sedang berada di ruang perundingan langsung keluar setelah mendengar keributan. Sudhar sudah merasa terdesak karena lawan yang tidak seimbang. 

Tapi dia tetap mencoba melawan dengan senjata pertahanan yang seadanya. Malangnya Sudhar sudah tidak kuat lagi melawan saking banyaknya pasukan Belanda yang menyerangnya. Hingga akhirnya Sudhar ambruk dengan pisau tertancap di badannya. 

Melihat Residen Soedirman dan Supri berlari keluat hotel membuat pemuda yang berada diluar hotel menyadari bahwa perundingan tidak berjalan mulus. 

 “Tak menek wae pak Residen! Gak mungkin wong koyok ngono iso diajak omongan,” Dengan jiwa nekat, beberapa pemuda mulai menaiki atap hotel untuk merobek bendera biru Belanda dan menyisakan bendera merah putih saja. Penyobekan bendera di Hotel Yamato membuat pihak Belanda marah. 

Keesokan harinya, pasukan sekutu mulai menyerbu penjara dan membebaskan tawanan yang ditahan oleh Indonesia. Mereka mulai mendirikan markas di tempat-tempat penting di daerah Surabaya. Dan mereka juga menghimbau agar masyarakat Surabaya menyerahkan senjata ke pihak sekutu. Akan tetapi, rakyat Surabaya jelas menolak menyerah kepada sekutu, “Opo kui! Ngokon ngekekne senjata? WEGAHH! Emange sopo koe?” 

Dan masyarakat malah memberikan dorongan kepada para pejuang untuk melakukan perlawanan terhadap sekutu. Rapat dadakan telah diadakan untuk membahas bagaimana strategi selanjutnya. Rapat ini dipimpin oleh Bung Tomo dan dihadiri berbagai kelompok pemuda pejuang kemerdekaan termasuk Supri. Dengan suasana yang mencekam, mereka mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. 

“Wes, nek ngene carane awake dewe kudu perang lawan wong londo kui!” Saran Djarot, salah seorang pemuda perjuangan. 

“Tapi mesti awake dewe kalah. Lha wong-wong londo kae mesti ndue senjata sing apik.” 

“Ojo wedi kalah sedurunge awake dewe nyobo rek!” Bung Tomo memberi motivasi kepada para pemuda yang sudah mulai putus asa. “Langkah awal e, awake dewe kudu ngokon warga ngungsi metu soko Suroboyo. Ben ora akeh korban jiwa sing gugur,” Lanjut Bung Tomo. 

“Trus kanggo senjatane piye bung?” Tanya Supri. 

“Dinggo senjatane, awake dewe iso njileh soko warga sing ndue senjata apik. Karo nggunakake bambu runcing wae. Insya Allah awake dewe iso menang,” Saran Bung Tomo. 

Malam itu juga para pemuda bersama Bung Tomo mulai menghimbau warga untuk mengungsi di tempat yang sudah mereka siapkan. Secara diam-diam, warga sudah mulai bergerak meninggalkan rumah masing-masing.  

“Mbah, niki kula lan rencang-rencang ajeng nderek perang dinggo ngalahke wong londo. 

Simbah ngungsi riyen nggih supados aman,” Ucap Supri kepada seorang Nenek tua yang sudah ia anggap sebagai keluarganya. 

“Emoh le, Supri. Aku mati yo uwes. Ben aku ketemu bojoku,” Jawab Simbah dengan tetesan air mata dan suara yang bergetar. 

“Mboten pareng ngoteniku mbah. Trus mangke Supri kalih sinten? Mangke bibar perang e rampung kulo jemput nggih ten pengungsian. Katah kok rencangipun. Nggih mbah….,” Bujuk Supri. 

“Yo uwes lee.. Aku gelem. Nanging mengko jemput aku tenan lho ya…,” Akhirnya Simbah setuju untuk diungsikan. 

“Nggih mbah… Supri janji,” Janji Supri. 

Setelah semua warga telah berhasil diungsikan, Bung Tomo dan berbagai kelompok pemuda pejuang kemerdekaan mulai menyusun rencana dan strategi untuk menyerang pihak Sekutu. Keesokan harinya, sebelum pasukan Indonesia yang dipimpin oleh Bung Tomo mulai menyerang mereka berdoa bersama-sama terlebih dahulu. Memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi perlindungan dan kemenangan atas penyerangan ini. Tak lupa, Supri juga meminta doa restu dari Simbah. 

“Mbah… Supri nyuwun dongane nggih. Supados menang perang lan saget ketemu Simbah malih,” Pinta Supri. 

“Iyo le… Mugo-mugo kowe lan konco-konco liyane selamet. Londo kalah lan Indonesia merdeka. Aamiin….,” Doa Simbah diikuti Supri yang mencium tangan Simbah dan berlari menuju pasukan lainnya.  

Pasukan Indonesia termasuk juga Supri dan teman-teman pemuda perjuangan lainnya sudah siap dengan berbagai senjata yang mereka bawa. Pasukan mulai berpencar sesuai dengan instruksi Bung Tomo. Supri berlari dengan membawa bambu runcing di tangan dan punggungnya. Satu per satu, mulai menyerbu markas pasukan Sekutu. Tak tinggal diam, pasukan Sekutu pun mulai melawan pasukan Indonesia.  

Bambu runcing yang digenggam Supri patah saat mencoba bertahan dari tembakan musuh. Dengan semangat yang berkobar, ia berlari mencoba merebut pistol dari genggaman musuh. Saat ia berhasil, Supri mulai menembakkan peluru-peluru yang tersisa ke musuh lainnya.  

Setelah ia berhasil memusnahkan musuh di markas itu, Supri dan teman-temannya berpindah ke markas lainnya. Bak mendapat sebongkah emas, Supri menemukan banyak senjata tergeletak begitu saja di dalam markas Sekutu. Dengan rasa was-was, Supri mulai bergerak mengambil senjata tersebut. Dan benar saja, ternyata senjata itu adalah umpan agar pasukan Indonesia terperangkap. Namun dengan sigap Supri segera menembak pasukan Sekutu dengan sisa peluru dalam pistolnya. Dan senjata-senjata itu berhasil direbut oleh Supri dan pasukannya. 

Setelah beberapa hari peperangan dimulai, pasukan Sekutu mulai menyadari bahwa kota Surabaya ini telah sepi. Tak ada warga yang bisa dijadikan sandera. Rumah-rumah dengan mudah dapat dijarah. Namun tak ada barang yang tersisa didalamnya. Dengan heran mereka mulai mencari keberadaan warga tersebut. 

Bung Tomo juga sadar akan gerak gerik pasukan Sekutu yang sepertinya mulai curiga dengan sepinya kota ini. Lalu dengan cepat, ia langsung mengadakan rapat darurat dengan pemuda pejuang kemerdekaan.  

“Koyoke wong londo uwes sadar karo warga sing ilang kabeh,” Jelas Bung Tomo. “Mulai saiki, awake dewe kudu mindah panggon pengungsian ning utan sing luwih jero meneh,” Lanjut Bung Tomo. 

“Piye carane bung? Mesti wong londo bakal curiga karo pasukan e awake dewe sing moro-moro berkurang,” Tanya Supri. 

“Piye yen awake dewe lungane bengi wae. Tapi ojo bareng-bareng, diselani,” Saran seorang pemuda. 

“Iyo bener ngonowi wae dicobo dhisik. Wes ayo gek ndang obah,” Rapat diakhiri oleh Bung Tomo. 

Beberapa orang pemuda mulai menuju ke pengungsian dan memberi kabar kepada para warga. Awalnya warga mengira bahwa peperangan telah selesai dan wajah mereka sangat berseri. Namun ternyata para pemuda ingin memindahkan tempat pengungsian karenaa sudah tidak aman lagi. 

Setelah pengungsian berhasil dipindahkan, pertempuran berlangsung dengan situasi yang semakin sengit. Pasukan Sekutu sangan murka karena pemimpin pasukannya yang telah berhasil digugurkan oleh pasukan Indonesia. Dan pasukan Indonesia yang semakin semangat karena mereka telah menemukan celah kemenangan dalam pertempuran ini. 

Supri, dengan semangat membaranya tetap melanjutkan peperangan dengan kegigihan dan semangat yang membara. Membuat teman pemuda lainnya ikut merasakan semangat tersebut. Walaupun pasukan Indonesia sudah banyak menggugurkan pasukan. Akan tetapi untuk mengurangi kesedihan yang mereka hadapi, para pemuda menjadikan gugurnya pemuda lain semagai motivasi untuk melanjutkan perjuangan teman mereka yang telah gugur. 

Supri yang bisa dibilang sudah memiliki banyak luka tetap ikut berjuang demin teman dan negara yang sangat ia cintai. Ia tetap melawan pasukan Sekutu dan merampas senjata mereka. Dengan slogan semangat yang dikumandangkan oleh Bung Tomo yaitu MERDEKA ATAU MATI menambah semangat para pemuda yang sedang berjuang. Para pasukan Indonesia juga tidak kehabisan persediaan makanan. Karena setiap beberapa hari, mereka mulai mengambil dan mengisi ulang persediaan makanan mereka dari warga yang ada dipengungsian. 

 

 Saat melawan pasukan Sekutu, secara tiba-tiba Supri dikepung oleh lima orang. Dengan alat yang tidak lengkap dan hanya membawa sebuat bambu runcing membuat kondisi Supri semakin terdesak. Pengepungan Supri tidak diketahui oleh pemuda lainnya karena saat itu kondisi sekitar sudah larut malam. Lalu dengan cepat sebuah peluru dengan cepat menembus masuk ke dalam perut Supri. 

Suara dentuman pistol membuat pemuda lainnya menyadari suatu kejanggalan. 

Segeralah mereka menghampiri asal suara tersebut dan melihat Supri tergeletak lemas di tanah tanpa ada orang lain. Yang sudah dipastikan bahwa para pasukan Sekutu sudah melarikan diri. 

Dengan sigap mereka segera membawa Supri ke tenda untuk diberi pertolongan pertama. Dengan memberikan semua obat yang seadanya, pada akhirnya Supri menghembuskan napas terakhirnya. Meninggalkan teman-teman lainnya yang sedang berjuang mengalahkan Sekutu. 

Membawa semangat Supri yang membara, semua teman-teman pemuda pejuang lainnya tetap melanjutkan peperangan yang semakin memanas ini. Hingga pada akhirnya pasukan Indonesialah yang memenangkan pertempuran yang panjang ini.  

Berita menangnya pasukan Indonesia langsung disampaikan kepada warga yang mengungsi, tak terkecuali Simbah. 

“Le… Supri ning ngendi yo?.. Kok aku ora ndelok arek kui.. Supri.. Supri jek enek to le… Jarene arep njemput aku ning kene… Kok saiki ora enek??” Tanya Simbah dengan raut wajah khawatir.  

“Mbah… Saiki ingkang njemput simbah kulo mawon nggih… Kulo nggih rencange Supri…,” Hibur seorang pemuda. 

“Emoh! Aku gak gelem! Kudu Supri! Ndi Supri?” Simbah masih mencoba mencari Supri. 

“Supri… Supri.. sampun sedo Mbah.. Supri sampun mboten sakit malih..,” Jawa teman Supri dengan isak tangis 

“Supri? Supri putuku sing bagus dewe? Wis gak enek?” Ucap Simbah dengan lemas dan terbata-bata. 

“Mbahh… Sakniki sing ikhlas nggih… Supri sampun berjuang dingge Indonesia. Sakniki Supri sampun seneng Indonesia merdeka..,” Teman Supri masih mencoba menghibur. 

Simbah langsung terdiam dan menangis tersedu-sedu setelah mendengar kabar meninggalnya Supri. Supri yang sudah ia anggap sebagai cucunya sendiri sekarang telah meninggalkannya. Supri gagal menjemput Simbah setelah perang selesai dan malah menjemput kematiannya sendiri. Namun, Supri disana pasti sudah bahagia dengan hasil yang pasukan Indonesia capai. 

 

Untuk menghormati jasa para pemuda yang telah gugur dalam pertempuran ini, pada pemuda yang tersisa memberikan penghormatan terakhir untuk para pahlawan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengibarkan bendera merah putih sebagai lambang kejayaan negara Indonesia. 

Hari ini adalah hari yang akan sangat membekas dimemori kita semua. Hari yang akan dikenang oleh semua orang. Baik hari ini, besok, dan selama-lamanya. Rasa lelah, sakit, dan sedih selama berhari-hari semua telah terbayarkan dengan menangnya pasukan Indonesia dalam pertempuran panjang melawan pasukan Sekutu ini.  

Apapun akan mereka lakukan demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Baik itu seperti mempertaruhkan nyawa sendiri. Demi negara tercinta akan kulakukan semua yang bisa kulakukan. Akan kukorbankan semua yang bisa kukorbankan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar