Kary : Imam Mustaqim
Disuatu hari pada jam sekolah waktu itu guru sedang menjelaskan tentang sejarah pahlawan, siswa tertarik dengan dengan apa yang dijelaskan oleh gurunya tadi. Termasuk Adam, ketika guru masih menjelaskan bel berbunyi pertanda istirahat. Karena merasa tertarik dengan apa yang dijelaskan gurunya tadi rahayu bergegas ke perpustakaan untuk meminjam buku bertemakan “DIA PAHLAWANKU” ketika asyik membaca bel berbunyi pertanda kelas akan dimulai sebentar lagi karena merasa kurang cukup akhirnya Adam meminjam buku tersebut untuk dibaca dirumah. Ketika sesampainya dirumah Adam langsung melanjutkan membaca buku tadi saat dia membaca buku itu Adam tertarik dengan sosok pahlawan bernama Sultan Hassanudin dia seolah olah masuk kedalam lorong waktu.
Saat tiba di kerajaan tersebut adam melihat sejarah terpecahnya suatu kerajaan yang menjadi dua bagian, yaitu Gowa dan Tallo’ di pesisir bagian barat semenanjung Sulawesi Selatan.Saat melihat kejadian itu adam menjadi semakin tertantang oleh rasa ingin tahunya, Kerajaan Gowa dan Tallo’ berkembang sangat pesat .sebagai kerajaan yang makmur, tertata, dan kuat. Kejayaannya mulai dikenal oleh kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Pada awalnya kerajaan ini adalah satu, tetapi sang raja, Karaeng Tunatangka’lopi membagi kerajaan nya itusebagai warisan untuk kedua anak laki-lakinya, yaitu Daeng Maranre dan I Mappatakang Kangsana. Pembagian itu membuat kerajaan terbagi dua. Kedua anak lelaki yang menjadi raja di masing-masing kerajaannya itu sepakat bahwa kerajaan mereka adalah kerajaan kembar dengan dua raja yang satu rakyat. Barang siapa yang mencoba mengadu domba mereka berdua akan mengalami hal yang merugikan dirinya sendiri.
Ibu kota Kerajaan Gowa terletak di Tamalate, berjarak sekitar enam kilometer dari muara Sungai Jeneberang. Mata pencaharian penduduk sehari-hari bertani. Saat itu adam membantu penduduk sekitar menanam padi, Padi tumbuh dengan subur karena terjaga dari serangan hama. Kegiatan pertanian sawah dilakukan oleh penduduk setiap hari. Sungai-sungai menjadi sumber aliran irigasi yang mencukupi keperluan sawahsawah penduduk. Sungai Tallo’ bermuara di bagian utara Kota Makassar, Sungai Jeneberang bermuara di bagian selatan, serta sejumlah aliran sungai lain seperti Sungai Sanrabone dan Sungai Kacia. Tidak hanya padi, sayur-mayur juga menjadi tanaman pokok untuk bahan makanan dan bahan dagangan. Pohon kelapa Ayam Jantan dari Timur tumbuh tertata di sekitar perkampungan.
Adam juga melihat Di sela-sela rumah yang satu dengan yang lain ditanami pohon pisang. Rumpun pisang bergerombol membuat kampung itu menjadi sejuk dan hijau. Pisang kapok tumbuh di sela-sela perkampungan penduduk. Pisang kapok ada dua jenis, yaitu kapok kuning dan kapok putih. Pohon pisang itu bertandan. Pada awalnya pohon pisang mngeluarkan bunga yang disebut jantung pisang. Buah pisang ini enak dimakan bila telah diolah. Keistimewaannya terletak pada bentuk buah yang agak gepeng dan bersegi. Karena bentuknya gepeng, ada yang menyebutnya pisang gepeng lalu dibuat pisang goreng dan dinamakan pisang epe. Di setiap halaman rumah diwajibkan untuk ditanami pohon mangga. Jika berbuah, sebagian dimakan sebagian lagi dijual. Mereka juga menanam ubi kayu. Begitu banyaknya tanaman ubi kayu hingga berlebih dan dibuat tepung untuk dijualbelikan. Perkampungan di kerajaan tersebut aman tenteram karena kebutuhan pokok masyarakatnya terpenuhi. Rakyat Kerajaan Gowa terkenal rajin dan sungguhsungguh dalam bekerja. Mereka tidak hanya bertani, tetapi juga beternak kerbau, kambing, babi, ayam, dan bebek. Di sela-sela kesibukan membantu suami dan mengurus anak, perempuanperempuan menenun kain. Hasil tenunan juga menjadi salah satu kekayaan kerajaan ini.
Sementara Kerajaan Tallo’ yang didirikan di muara Sungai Tallo’ melakukan kegiatan di laut. Perdagangan dilakukan dengan menjual ikan atau barang dagangan lain yang diperlukan masyarakat. Perahu menjadi alat transportasi. Ada beberapa macam bentuk perahu, misalnya perahu pelang, yaitu perahu yang digunakan untuk berperang. Perahu itu adalah perahu-perahu kecil yang digunakan oleh para lanun di samping kapal mereka. Perahu tersebut dibuat dari sebuah balok kayu yang dipahat sepanjang kurang lebih 10 meter, yang bergeladak, dengan dua batang cadik pada kedua sisinya. Perahu lunas adalah sampan dari sebatang kayu besar yang ditambah papan sebelah menyebelah.
Kemudian, lopi atau biseang atau pajala, yaitu perahu dagang besar dengan layar ringan, panjang, dan lancip memiliki dua tiang layar serta dua puluh sampai tiga puluh pendayung. Rakyat Tallo’ sudah membawa perahu itu menjelajahi lautan bahkan sampai ke Jawa dan Johor. Karaeng Tallo’ atau Raja Tallo’ menjadi perdana menteri yang bertugas mengatur organisasi perdagangan dan melakukan hubungan diplomasi dengan dunia luar. Politik pintu terbuka dijalankan oleh Karaeng Tallo’ untuk memikat pedagang dan pelaut di daerah sekitar Mandar, Selayar, dan Bajo, atau Portugis di Malaka dan Melayu, juga pedagang-pedagang Eropa, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Pelaut-pelaut dari Gowa-Tallo’ melakukan pelayaran niaga antara Makassar dan daerah penghasil komoditas terpenting, yaitu rempah-rempah dari Maluku, serta kayu cendana dari Timor dan Sumba.
Ketika Adam sedang berjalan dia mencari tau lebih dalam tentang Perang pertama Gowa dengan Belanda terjadi pada saat I Mallombassi berumur 3 tahun, ternyata pada saat Sultan Alauddin masih berkuasa. Tahun 1631 sampai 1634 armada Gowa dan Ternate saling serang dengan armada Belanda di perairan Maluku. Tahun 1634 Raja Gowa mengirim armada terdiri atas 100 perahu perang ke Ambon membantu rakyat Ambon melawan Belanda yang memusnahkan pohon-pohon cengkih dan pala di Maluku. Raja Gowa berkewajiban melindungi kerajaan sekutunya di Ambon. Perang itu dikenal dengan nama perang Hongi. Setahun sesudah itu, Belanda mengirim 12 kapal ke perairan Makassar dan memulai menembaki Benteng Galesong. Untunglah setahun sebelumnya, benteng yang terbuat dari tanah liat itu sudah diubah dan dibuat dari batu bata, sedangkan perahu dan kapal perang armada Gowa sudah meninggalkan perairan Makassar sebagai taktik untuk menghindari bentrokan. Serangan Belanda ini gagal total’
Keinginan Kompeni Belanda untuk menguasai dan menaklukkan Gowa semakin kuat. Berbagai cara dipergunakan. Pada bulan Juni 1637 Kompeni Belanda yang dipimpin Gubernur 53 Jendral Anthony Van Diemen berhasil membuat perjanjian dengan Kerajaan Gowa. Van Diemen meminta agar Raja Gowa melarang Portugis dan Inggris berdagang di Makassar, tetapi permintaan itu ditolak oleh Sultan Alauddin. Orang Belanda belum dibebaskan untuk tinggal dan menetap di Makassar. Pada waktu itu Raja Gowa menerima tamu-tamu asing di istananya yang terdapat di dalam Benteng Somba Opu. Pengepungan beberapa kali oleh kompeni Belanda terhadap pantai Makassar menambah keyakinan bahwa kompeni Belanda pada suatu saat akan menyerbu dan melaksanakan niatnya untuk merebut dan menaklukkan kerajaan Gowa. Kompeni Belanda mereka memang ingin memonopoli perdagangan rempah dari Maluku.
I Mallombassi selalu mencerna cerita, baik dari inang pengasuh maupun dari Karaeng Patingalloang. Dia mengingat setiap cerita dan dia akhirnya mengetahui bahwa setelah Sultan Alauddin meninggal dunia, beliau digantikan oleh anaknya, yaitu Sultan Malikussaid yang menjadi Raja Gowa XV. Sultan Malikussaid adalah ayah dari I Mallombassi. I Mallombassi begitu bangga pada ayahnya. Ayahnya dibantu oleh orang yang cakap dan baik hati, yaitu Mangkubumi Karaeng Patingalloang. Beliau dengan Sultan Malikussaid berkongsi dagang dengan pengusaha besar Pedero La Matta, konsultan dagang Spanyol di Bandar Somba Opu. Selain itu, Sultan Malikussaid juga bekerja sama dengan seorang pelaut ulung Portugis bernama Fransisco Viera. Juga dengan Figheiro untuk berdagang.
Setelah mendengar cerita itu adam memutuskan mencari sultan hasanuddin yaitu pahlawan yang di idamkan oleh Adam ,saat itu adam menjadi prajurit yang membantu di medan perang. melihat kegigihan ayah sultan hasanuddin dengan itu membuat adam ingin ikut berjuang bersama pahlawan idamannya.Sultan Hasanuddin meneruskan perjuangan ayahnya melawan Kompeni Belanda. Pada waktu itu Sultan Malikussaid, ayah dari Sultan Hasanuddin, terkenal sebagai seorang raja yang berani, bijaksana, hormat kepada orang tua, tahu membalas budi, serta tidak membeda-bedakan antara bangsawan dan orang kebanyakan. Pandai bergaul dengan sesama raja dan dipuji sebagai orang yang memperlakukan rakyatnya sebagai manusia.
Dia bersahabat dengan Gubernur Spanyol di Manila, Raja Muda Portugis di Goa India, Presiden di Keling (Koromandel India), Saudagar di Masulipatan (India). Bersahabat juga dengan Raja Inggris, Raja Portugal, Raja Kastilia (Spanyol), dan dengan Mufti di Mekah. Mufti inilah yang mula-mula memberi gelar “Sultan Muhammad Said” yang nama Arabnya adalah Malikussaid. Adam selalu ingin mencari tau tentang pahlawannya,Sultan Hasanuddin waktu itu telah sering menjadi duta dan mengurus pertahanan Kerajaan Gowa. Dengan dukungan Karaeng Patingalloang Mangkubumi Kerajaan Gowa, benteng di sepanjang pantai diperkuat pertahanannya. Ada tiga 3 benteng yang diperkuat dan dipasangi meriam. Benteng Somba Opu yang menjadi pertahanan utama, dan menjadi kediaman Sultan, tebalnya 12 kaki. Benteng ini dipasangi meriam besar yang dijuluki “Anak Mangkasara” dan ada lebih 270 meriam-meriam kecil lainnya. Meriam “Anak Mangkasara” ini dibuat pada tahun 1593 dengan panjang 3 meter dan garis tengah lubang mulutnya 41,5cm serta beratnya 500kg (11.000 Pound). Selama perang antara Gowa dan Belanda berlangsung, tahun-tahun berikutnya Sultan Hasanuddin kemudian membangun lagi benteng Mariso, Anak Gowa, dan Kale Gowa serta beberapa benteng lagi di daerah Bantaeng dan juga sebuah parit yang panjangnya 3 setengah kilometer antara Binanga Beru dan Ujung Tanah. Benteng yang memperkuat Pantai Kota Makassar itu berjajar dari utara keselatan: Tallo (Mangngara’ Bombang), Benteng Ujungpandang atau Ford Rotterdam, Benteng Somba Opu dan Benteng Barombong. Antara Tallo dan Ujungpandang terdapat Benteng kecil Ujung Tanah, antara Benteng Ujungpandang dan Benteng Somba Opu dan Benteng Barombong terdapat benteng kecil Panakkukang, yaitu sebuah kastil kecil tempat raja beristirahat.
Menurut Adam Sultan Hasanuddin sebagai Raja Gowa memiliki kewajiban untuk kerajaan sahabat-sahabat bawahannya, mulai dari sepanjang pesisir Pulau Sulawesi sampai Maluku. Satu-satunya halangan Belanda untuk menguasai perdagangan di Maluku adalah Kerajaan Gowa dan armadanya. Selama lebih dari 200 tahun kedua armada ini telah saling menyerang. Belanda memiliki kapal dan perlengkapan perang yang baik, sedangkan laskar dan pelaut armada Kerajaan Gowa memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak takut mati. Ini karena budaya siri’ na pace telah berakar di hati sanubari para pejuang Kerajaan Gowa dan aru atau sumpah setia para prajurit Kerajaan Gowa. Tahun 1645 adalah tahun yang penuh cobaan bagi Sultan Hasanuddin. Belum cukup setahun menduduki takhta, Mangkubumi yang berani dan bijaksana I Mangngada’ Cinna Karaeng Patingalloang wafat. Cobaan demi cobaan itu tidaklah menyurutkan tekad Sultan Hasanuddin. Karaeng Karunrung Putra Karaeng Patingalloang naik menggantikan ayahnya sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa. Peperangan dengan Belanda tetap berlangsung.
Saat Perang dua hari dengan pasukan Belanda Adam ikut serta membantu ,pada April 1655 di Buton dipimpin langsung oleh Sultan Hasanuddin. Benteng pertahanan Kompeni Belanda di Buton berhasil direbut dan 35 orang Belanda 61 terbunuh dalam peperangan itu. Belanda menyadari bahwa perang dengan Sultan Hasanuddin telah menelan biaya dan kerugian yang besar sehingga diutuslah duta ke Somba Opu mewakili Gubernur Jenderal Belanda di Batavia. Utusan itu bernama Willem Van der Beek dan menghasilkan perjanjian tanggal 28 Desember 1655 yang berisi: “Pasukan Makassar yang berada di Maluku ditarik kembali dan tukar-menukar tawanan perang. Belanda berjanji, bila Kerajaan Gowa berperang dengan salah satu bangsa maka kompeni Belanda tidak boleh ikut campur. Musuh Belanda bukanlah musuh Kerajaan Gowa”.
Setelah itu gencatan senjata dilakukan. Perundingan damai dilaksanakan. Karaeng Popo dan sejumlah bangsawan Kerajaan Gowa berangkat ke Batavia untuk berunding. Hasilnya, adalah sebuah perjanjian yang merugikan Kerajaan Gowa. Perjanjian itu bernama Perjanjian Batavia yang berisi:
• Makassar tidak boleh campur tangan soal Buton, Ternate, dan Ambon.
• Banda, Buton, Maluku, dan Manado tidak boleh didatangi oleh orang-orang Makassar.
• Orang Portugis dilarang berdagang di Makassar.
• Belanda boleh menetap di Makassar. Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian itu. Namun, perjanjian ini tidak berlangsung lama. Belum hilang bekas perang dengan Belanda, Raja Bone melakukan pemberontakan dengan mulai memerangi Kerajaan Gowa.
Dengan ditulis nya perjanjian itu sedikit membuat adam geram dengan ii perjanjiannya karena sangat merugikan kerajaan Gowa.Karena Belanda punya cara menaklukkan lawan. Yaitu Kerajaan-kerajaan Nusantara yang terpecah-pecah diadu satu sama lain. Arung Palakka mendatangi Belanda di Batavia untuk meminta bantuan melawan Sultan Hasanuddin. Kedatangan Arung Palakka di Batavia disambut hangat oleh Kompeni Belanda. Kerugian yang diderita Belanda untuk menundukkan Sultan Hasanuddin cukup banyak dan sudah memakan waktu yang lama. Kesempatan menaklukkan Gowa sudah terbuka, Arung Palakka bisa diadu dengan Sultan Hasanuddin. Perang saudara bisa dilakukan. Namun Sultan Hasanuddin sudah mengetahui cara Belanda itu. Untuk menghindari perang saudara, Sultan Hasanuddin melunak dan mau berdamai. Sultan Hasanuddin meminta kepada Belanda agar Bone, Buton, dan Seram tidak 64 dianakemaskan. Sayangnya Belanda tidak mau mendengar permintaan Sultan Hasanuddin. Belanda sudah berniat untuk menghancurkan Kerajaan Gowa.
Untuk mempersiapkan perang besar melawan Belanda, Sultan Hasanuddin harus menundukkan kerajaan yang sudah berhasil dibujuk oleh Belanda. Buton harus ditaklukkan lebih dahulu. Sultan Hasanuddin memerintahkan untuk menyiapkan sebuah ekspedisi ke timur. Sejumlah 700 buah kapal perang dan 20.000 prajurit termasuk adam juga ikut di bawah pimpinan Laksamana Alimuddin Karaeng Bontomarannu beserta Sultan Bima dan Raja Luwu yang telah diangkat menjadi Laksamana Muda Kerajaan Gowa memimpin armada tersebut. Pada akhir Oktober 1666, Buton berhasil diduduki oleh Laksamana Karaeng Bontomarannu. Beberapa waktu kemudian Buton dapat dibebaskan oleh armada Belanda yang dipimpin oleh Admiral Speelman dan Arung Palakka. Belanda telah berhasil mengadu domba antara kerajaan-kerajaan Nusantara di belahan timur sehingga saling menyerang.
Satu-satunya hal yang dikhawatirkan Sultan Hasanuddin adalah pasukan Bone yang berada di daerah pertahanan Gowa mulai memberontak. Armada perangnya dengan 700 kapal di bawah pimpinan Laksamana Karaeng Bontomarannu masih berada di Buton. Saat-saat tegang seperti itu, Speelman mengirim utusan menemui Sultan Hasanuddin. Utusan itu membawa tuntutan agar Sultan Hasanuddin menyerah saja dan membayar kerugian Belanda dalam perang terdahulu. Tuntutan Speelman ini hanya alasan untuk memulai penyerangan. Sultan Hasanuddin menjawab surat itu dengan berkata “Bila kami diserang, maka kami akan mempertahankan diri dan menyerang kembali dengan segenap kemampuan yang ada. Kami berada di pihak yang benar. Kami ingin mempertahankan kebenaran dan kemerdekaan negeri kami.” Saat yang ditunggu akhirnya tiba. Pagi buta tanggal 21 Desember 1666. Bendera merah dikibarkan armada perang Speelman yang menandakan dimulainya penyerangan ke Makassar.
Meriam-meriam Belanda mulai memuntahkan pelurunya membuat adam takut dengan yang akan terjadi namun itu semua terpatahkan oleh semngat pejuang yang dimiliki adam, udara pun dipenuhi asap mesiu. Semangat perlawanan para prajurit Gowa terbakar dan menyala-nyala. Perahu kecil bersenjata menyerbu mendekati kapal perang Belanda. Dengan dilindungi oleh hujan yang sangat lebat armada semut perahu perang milik Kerajaan Gowa mulai menghantam dari dekat inti armada perang Speelman. Speelman mengundurkan diri dari Somba Opu ke selatan meninggalkan pantai.
Laskar kerajaan Gowa mengadakan perlawanan sengit, perang pun berlangsung seru. Perkelahian satu lawan satu terjadi. Korban berjatuhan di kedua belah pihak. Setelah bertempur sehari semalam, Speelman mundur dan semua pasukannya ditarik naik ke kapal. Speelman memutuskan untuk menghadapkan Sultan Hasanuddin untuk berperang langsung dengan pasukan Raja Buton, Raja Ternate, dan Raja Bone untuk mengurangi kerugian di pihak Belanda dengan kegigihan sultan hasanuddin membuat adam semakin bangga dan bersemangat. Speelman melarikan diri dan tidak bertanggung jawab. Speelman mencari celah agar dapat dengan mudah menaklukkan Sultan Hasanuddin. 67 Kabar dari mata-mata Speelman juga memberitahukan bahwa armada inti Kerajaan Gowa di bawah pimpinan Laksamana Karaeng Bontomarannu masih berada di Buton dengan 700 kapal perangnya. Inilah kesempatan bagi Speelman untuk menghancurkan kekuatan laut Sultan Hasanuddin. Tanggal 1 Januari 1667 armada Speelman tiba di Buton dan langsung menghantam armada Karaeng Bontomarannu yang sudah kelelahan menghadapi pasukan Buton di darat. Akhirnya Karaeng Bontomarannu menyerah tanpa syarat kepada Speelman pada tanggal 4 Januari 1667.
Kemenangan ini dirayakan Speelman. Kepada Sultan Buton, pihak Belanda memberikan hadiah 100 ringgit setahun. Armada Speelman kemudian berlayar ke Ternate. Arung Palakka mengirim pasukannya sebanyak 2.000 orang ke Bone membentuk pasukan baru untuk persiapan menyerang Gowa. Bulan Juni 1667 Speelman bersama Sultan Mandarsyah membawa pasukan Ternate, Bacan, dan Tidore bergabung dengan pasukan Arung Palakka dan Kapten Jongker. Perang pecah tanggal 7 Juli 1667. Sekitar 7.000 orang pasukan Gowa menyerang tiba-tiba. Empat hari kemudian armada Belanda berlayar menuju pusat Kerajaan Gowa. Tanggal 19 Juli perairan Makassar sudah dipenuhi oleh kapal perang Belanda. Benteng Somba Opu sudah dikepung dari laut. Perang yang menentukan telah tiba. Betapa kepemimpinan Sultan Hasanuddin diuji oleh Tuhan. Semua kehidupan itu telah ditentukan adanya. Bau mesiu dan darah memenuhi udara. Benteng 68 Somba Opu menjadi pusat pertahanan utama Kerajaan Gowa. Perlawanan rakyat Kerajaan Gowa langsung dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dan Sultan Harun Al Rasyid Raja Tallo.
Di benteng Ujungpandang dipimpin oleh Karaeng Bontosunggumpin dan Karaeng Popo memimpin pertahanan di benteng Panakkukang. Berhari-hari perang itu berlangsung. Bahkan berbulan. Rakyat Kerajaan Gowa mempertahankan diri dalam kebenaran untuk bebas sebagai manusia di dunia ini. Pada tanggal 19 Agustus 1667 pagi hari, Benteng Galesong diserang oleh meriam pasukan Belanda. Benteng Galesong adalah tempat menyimpan perbekalan. Beras Kerajaan Makassar disimpan di benteng itu. Benteng Galesong dibakar oleh Belanda. Rakyat Kerajaan Gowa di Makassar tak gentar dengan peristiwa itu. Hari demi hari perang berkecamuk. Pada awal September 1667 Speelman memindahkan perhatiannya. Di daratan 6.000 orang pasukan Arung Palakka bersama Kapten Poolman menyerang Galesong dan Barombong. Penyerangan itu dilawan oleh pasukan kerajaan Gowa yang dibantu rakyat. Dengan meriam besar jarak jauh milik pasukan Gowa, mereka dapat mengusir armada Speelman. Di darat pasukan Arung Palakka berhasil dipukul mundur. Keadaan ini membuat Speelman meminta bantuan dari Batavia. Belanda mengirim 5 kapal perang besar dibawah komando Kapten P. Dopun. Pada tanggal 22 Oktober 1667, Armada Speelman dan armada Dupon mengepung rapat Makassar. Dengan meriammeriam besar, benteng Barombong dibombardir terus-menerus tak henti-hanti. Pilu sekali keadaan rakyat Gowa. Pedih karena ketamakan Belanda. Situasi itu mengenaskan dan menyedihkan karena sesama rakyat di wilayah timur saling membunuh 69 membantu keserakahan Belanda. Pasukan Speelman didaratkan di Galesong dibantu Arung Palakka. Somba Opu dikepung dari laut maupun dari darat. Terjadi pertempuran yang sangat sengit antara Gowa dan pasukan Bone, Ternate, Buton, serta Maluku. Korban berjatuhan dari bangsa sendiri yang diadu oleh Belanda. Kedua belah pihak sudah sangat kelelahan. Pada tanggal 5 November 1667, Speelman melapor ke Batavia bahwa pasukannya sudah sangat lelah, semangat tempur merosot. Sejumlah 182 serdadu dan 95 matros jatuh sakit. Pasukan Buton, Ternate, dan Bugis juga diserang sakit perut.
Speelman minta dikirimi lagi perlengkapan dan prajurit. Pasukan Sultan Hasanuddin juga mengalami hal serupa. Namun, pasukan Sultan Hasanuddin tidak dibantu siapa-siapa. Mereka prajurit militan dan hebat. Pertempuran selama berbulan-bulan dan pengepungan benteng itu sangat mencemaskan dan merisaukan Sultan Hasanuddin. Setelah 4 hari bertempur, benteng Barombong direbut Belanda, tetapi semangat prajurit Gowa masih membara. Sultan Hasanuddin masih mampu meneruskan peperangan. Sultan Hasanuddin dikenal arif dan bijaksana. Beliau merasa sedih karena harus bertempur melawan keluarga sendiri. Arung Palakka La Tenri Tatta to Erung sudah seperti saudara kandung sendiri. Sultan Hasanuddin mempertimbangkan bahwa pertumpahan darah di kalangan orang Makassar dan Bugis harus segera dihentikan. Meneruskan perang hanya akan menguntungkan Belanda. Speelman kemudian mengusulkan perdamaian.
Perundingan antara Speelman dan Sultan Hasanuddin diadakan 70 di Bungaya dekat benteng Barombong yang sudah direbut Belanda. Setelah berkali-kali berunding, maka pada hari Jumat tanggal 18 November 1667, tercapailah suatu perjanjian perdamaian yang dikenal sebagai “Cappaya Ri Bungaya” atau Perjanjian Bungaya. Perjanjian ini tidak berlangsung lama karena memberatkan kerajaan Gowa. Benteng Ujungpandang diserahkan kepada Speelman dan diganti namanya menjadi “Fort Rotterdam”. Speelman juga mempersiapkan benteng ini untuk bertahan dan menyerang, karena keyakinannya bahwa Perjanjian Bungaya akan segera batal. Raja Tallo Sultan Harun Al Rasyid, Karaeng Lengkese, dan Arung Matowa Wajo tidak menerima perjanjian Bungaya. Pasukannya ditarik, tekad mereka tetap: “hanya mayat yang bisa menyerah”. Mereka mendesak Sultan Hasanuddin membatalkan Perjanjian Bungaya. Akhirnya perang pecah kembali tanggal 21 April 1668. Mereka mencoba merebut kembali benteng Ujungpandang (Fort Rotterdam). Hari demi hari bulan demi bulan perang terus berlangsung. Pada catatan buku harian Speelman tertulis antara lain: “Pertempuran berlangsung sengit. Banyak orang Belanda mati atau luka, Arung Palakka juga menderita luka. Setiap hari 7 atau 8 orang serdadu Belanda dikuburkan. Speelman jatuh sakit. 5 orang dokter, 15 pandai besi tewas. Tenaga bantuan dari Batavia hanya 8 orang yang masih sehat. Dalam tempo 4 minggu, 139 orang mati dalam benteng Ford Rotterdam dan 52 orang tewas di kapal”. Pada tanggal 5 Agustus 1668, Karaeng Karunrung membawa pasukannya menyerbu Fort Rotterdam.
Pada serangan ini Arung Palakka nyaris tewas. Speelman meminta bantuan dari 71 Batavia. Pasukan dan peralatan perang dari Batavia tiba pada bulan April 1669. Meriam besar dibuat dan larasnya diarahkan ke benteng Somba Opu. Parit-parit pertahanan sudah dibuat, persiapan Belanda sudah matang. Akhirnya pada tanggal 15 Juni 1669 pasukan Speelman menyerang terus-menerus tak berhenti ke benteng Somba Opu. Pertempuran berlangsung siang dan malam. Meriam Belanda menembakkan lebih 30.000 biji peluru ke benteng Somba Opu. Patriot Kerajaan Gowa tetap memberikan perlawanan yang gigih atas serangan Belanda berupa hujan peluru dan meriam. Setelah perang selama selama 10 hari siang dan malam, maka pada tanggal 24 Juni 1669 seluruh benteng Somba Opu dikuasai Belanda. Tidak kurang 272 pucuk meriam besar dan kecil termasuk meriam keramat “Anak Mangkasara” dirampas Speelman. Sultan Hasanuddin mundur ke benteng Kale Gowa di Maccini Sombala dan Karaeng Karunrung meninggalkan istananya di Bontoala mundur ke Benteng Anak Gowa. Benteng Somba Opu kemudian diratakan dengan tanah. Beribu-ribu kilo amunisi meledakkan benteng yang tebalnya 12 kaki ini.
Udara merona merah dan tanah seakan gempa. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana. Bau menyengat hangus karena bakaran ledakan mesiu dan api yang menjilat. Seluruh istana Somba Opu dihancurkan luluh lantak dengan tanah. Betapa kejamnya Belanda pada waktu itu. Sultan Hasanuddin setelah bertempur melawan Belanda dengan dahsyat akhirnya kalah. Perang yang sangat lama. Belanda menang karena dibantu oleh kerajaan-kerajaan lain yang tidak menyukai kesultanan yang dipimpin Hasanuddin. “Ayam Jantan Dari Timur” tidak pernah pudar dalam semangat. Tidak pernah mundur. Sultan Hasanuddin dan pasukannya mempertahankan tanah kelahiran, tanah pusaka nenek moyang, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Gudang makanan dihancurkan Belanda dan sekutunya. Sultan Hasanuddin masih tetap terus berperang. Kekuatan fisik dan peralatan ternyata terbatas. Somba Opu dapat dikuasai Belanda. Sultan Hasanuddin beserta pengikutnya bersembunyi dan menata kekuatan di Benteng Kale Gowa. Usaha Belanda di bawah pimpinan Speelman memecah belah persatuan Kerajaan Gowa terus dilancarkan. Usaha ini berhasil, setelah diadakan “pengampunan umum”. Siapa yang mau menyerah diampuni Belanda.
Beberapa pembesar kerajaan menyatakan menyerah. Karaeng Tallo dan Karaeng Lengkese menyatakan tunduk pada Perjanjian Bungaya. Sultan Hasanuddin sudah bersumpah tidak akan sudi bekerja sama dengan penjajah Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1669 Sultan Hasanuddin meletakkan jabatan sebagai Raja Gowa ke-16 setelah selama 16 tahun berperang melawan penjajah dan berusaha mempersatukan kerajaan Nusantara. Sebagai penggantinya ditunjuklah putranya I Mappasomba Daeng Nguraga Bergelar Sultan Amir Hamzah. Sesudah turun takhta, Sultan Hasanuddin banyak mencurahkan waktunya sebagai pengajar Agama Islam dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan dan persatuan. Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 bertepatan dengan tanggal 23 Muharram 1081 Hijriah. Sultan Hasanuddin wafat dalam usia 39 tahun. Beliau dimakamkan di suatu bukit di pemakaman raja-raja Gowa di dalam benteng Kale Gowa di Kampung Tamalate.
Namun, Sultan Hasanuddin rupanya masih menyimpan kekecewaan. Lantaran merasa sangat dirugikan atas hasil Perundingan Bungaya itu, Gowa kembali melawan—dan ini berarti, Sultan Hasanuddin sudah dua kali melanggar kesepakatan dengan VOC. Baca juga: Arung Palakka di antara Gelar Pahlawan dan Pengkhianat Kali ini Belanda tidak lagi memberi ampun. Dengan mengerahkan seluruh pasukan gabungan, termasuk pasukan dari Bone dan Ambon, ditambah kedatangan bala bantuan dari Batavia, VOC berhasil menaklukkan benteng terkuat Kesultanan Gowa di Somba Opu pada 12 Juni 1669 (Ahmad Massiara Daeng Rapi, Menyingkap Tabir Sejarah Budaya di Sulawesi Selatan, 1988: 129). Sultan Hasanuddin menyerah dan terpaksa meletakkan takhta.Dengan kejadian itu membuat adam merasa sedih karena pahlawannya harus wafat sebab sakit ari-ari yang diderita sultan hasanuddin, tepat setahun setelah kekalahan telak itu, ia meninggal dunia dalam usia yang masih cukup muda, yakni 39 tahun. Sepeninggal Sultan Hasanuddin, perlawanan terhadap VOC memang beberapa kali dilancarkan, meskipun dalam skala yang kecil dan nyaris selalu bisa dipatahkan. Namun, Kesultanan Gowa tidak pernah lagi mencapai kejayaan seperti yang pernah dinikmati pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin.
Karena terlarut sedih atas kehilangan pahlawannya adam kembali ke zamanya lagi namun adam merasa aneh sebab dia pergi kemasa lalu beberapa tahun namun kembali dalam waktu 1jam, adam sadar bahwa takdir tidak bisa diubah. Namun dengan pengalaman adam dimasa dulu membuat adam sadar bahwa kegigihan seorang pemimpin untuk melindungi rakyatnya sehingga adam mencontoh sikap yang dimiliki sultan hasanuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar